Label

Jumat, 15 April 2011

Inversi Gula Dengan Asam

Gula invert merupakan hasil hidrolisis dari sukrosa yaitu 𝝰-D-glukosa dan β-D_fruktosa. Hidrolisis terjadi pada larutan dengan suasana asam atau dengan enzim invertase atau dapat juga dengan menggunakan resin penukar ion (Dachlan, 1984).

Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan nilai pH dari larutan. Beberapa asam yang dapat digunakan untuk menginversi sukrosa adalah HCl, H2SO, H3PO4, asam tartarat, asam sitrat dan asam laktat. Masing-masing asam memiliki kekuatan inversi yang berbeda tergantung dari kekuatan ionisasinya. Secara komersial, asam klorida banyak digunakan untuk menghidrolisa sukrosa karena asam klorida mempunyai daya inversi yang tinggi.

Reaksi hidrolisis ini disebut inversi karena terjadi akibat perubahan putaran optik sebagai berikut :
Sukrosa + air             →                D(+)-glukosa        +               D(-)-fruktosa
[𝝰]D=+66,50                               [𝝰]D=+52,50                          [𝝰]D= - 92, 0
                                                                           [𝝰]D= - 20,0

Glukosa mempunyai sifat dekstrorotary sebesar +52.5o sedangkan fruktosa mempunyai sifat levorotary sebesar -92o. Campuran keduanya dalam gula invert mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke kiri sebesar -20o.
Apabila sukrosa terhidrolisis sempurna, maka akan dihasilkan 52,63% glukosa dan 52,63% fruktosa. Jadi dari hasil reaksi ini ada tambahan padatan terlarut sekitar 5%. Hal ini tergantung pada derajat inversinya.
Pada praktikum inversi sukrosa dilakukan dengan menggunakan asam. Asam yang digunakan adalah asam kuat HCl dan asam lemah asam tartarat. Kondisi asam menyebabkan putusnya ikatan glikosidik yang terjadi antara glukosa dan fruktosa sehingga dengan adanya bantuan air sukrosa terurai menjadi glukosa dan fruktosa.
Proses inversi dengan asam pekat akan menghasilakan gula invert yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan asam encer. Kombinasi antara asam yang digunakan, suhu dan lamanya inversi menentukan jumlah sukrosa yang terhidrolisis dan gula invert yang dihasilkan. Pada praktikum hidrolisis dengan larutan HCl dilakukan selama 1,5 jam dengan suhu pemanasan 700C, sedangkan hidrolisis dengan asam tartarat dilakukan selama 30 menit pada suhu 1000C. Jika dilihat sekilat antara kedua metode tersebut hidrolisis HCl akan mengasilkan gula invert yang lebih banyak dibandingkan dengan metode tartarat.
Dari data praktikum volume gula yang dihasilkan adalah 100 ml dengan berat akhir yang berbeda-beda. Untuk mengetahui keefektivan dalam proses inversi ini dilihat data kadar glukosa dengan mengunakan uji DNS. Uji DNS digunakan untuk mengetahui jumlah gula pereduksi yang terbentuk dari hasil hidrolisis sukrosa. Hasil uji DNS dibandingkan dengan kurva standar yang telah dibuat sebelumnya. Gula yang diinversi memiliki bobot mula-mula 100 gram. Nilai kadar gula invert diperoleh dengan mengalikan jumlah gula (ppm) dengan faktor pengenceran yang dilakukan dikali dengan volume larutan yang dihasilkan kemudian dibagi dengan bobot gula mula-mula.
Data Praktikum Inversi Gula

GulaasamBobot Gula awal (gr)Volume gula (ml)Nilai Absorbansi
PasirHCl1001000,0000126
KelapaHCl1001000,078
ArenHCl1001000,311
PasirTartarat1001000,0000433
KelapaTartarat1001000,056
ArenTartarat1001000,271



gula preduksi (ppm)faktor pengenceranKadar gula invert (g/l)%gula Invert% TSS
50,00610000500,06350,006349,9937
891000898,991,1
205,51000205,520,5579,45
50,02210000500,216550,0216549,97835
781000787,892,2
185,51000185,518,5581,45


Dari data tersebut dapat dilihat bahwa invertasi dengan menggunakan metode HCl dan dengan metode asam tartarat memberikan hasil yang tidak berbeda secara signifika jika dilihat dari persentase gula invert yang dihasilkan. Tingkat inversi yang diberikan kedua metode sama besar. Sehingga dari kedua metode tersebut, metode asam tartarat lebih baik karena dengan waktu inversi yang singkat, 3 kali lebih singkat dibandingkan dengan metode HCl dihasilkan gula invert yang sama besar. Selain itu penggunaan asam tartarat lebih aman dibandingkan dengan penggunaan HCl yang merupakan asam kuat yang dapat mengganggu kesehatan.
            Jenis gula yang diinversi menunjukkan hasil inversi yang berbeda, hal ini dikarenakan jumlah sukrosa yang terdapat dalam gula berbeda-beda. Gula pasir memiliki tingkat inversi yang paling tinggi karena gula pasir merupakan gula sukrosa murni yang diperoleh dari nira tebu. Dengan banyaknya julah sukrosa maka akan menunjukkan tingkat inversi yang lebih tinggi. Untuk gula kelapa dan gula aren yang memiliki tingkat inversi rendah kemungkinan diakibatkan kandungan sukrosa yang tidak murni karena pada biasanya pembuatan gula kelapa dan gula aren dilakukan secara tradisional yang menyebabkan banyak zat pengotor yang ikut didalamnya. Dilihat dari tingkat inversinya gula aren memiliki tingkat inversi lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa. Ini menunjukkan kadar sukrosa gula aren lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa.

Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Di dalam Laporan Up         Grading Tenaga Pembina Gula Merah. Balai penelitian dan       Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian, Bogor.
Herman, A. S. Dan M. Yunus. 1984. Diversifikasi Produk Gula Merah. Balai         Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar