Label

Selasa, 03 Mei 2011

Asam sitrat dari Onggok dengan Aspergilus niger

Asam sitrat merupakan  asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah  tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan  bahan pengawet yang baik dan alami serta banyak digunakan sebagai  penambah rasa asam pada makanan dan  minuman ringan.  Dalam  biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara  dalam  siklus asam sitrat, yang penting dalam  metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua  makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat  pembersih yang ramah  lingkungan dan sebagai  antioksidan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk  lemon dan limau (misalnya  jeruk nipis dan  jeruk purut).
Pada awalnya asam sitrat diperoleh dengan mengekstraksi buah jeruk. Namun, sekarang asam sitrat banyak diperoleh dari hasil fermentasi oleh beberapa mikroba. Salah satu jenis kapang, yaitu Aspergillus  niger dapat digunakan untuk fermentasi asam sitrat. Reaksi keseluruhan pembentukan asam sitrat dari karbohidrat adalah sebagai berikut :
C12H22O11  + H2O + O2  → 2C6H8O7  +  4H2O
Sucrose
C6H12O6  +  O2 → C6H8O7  +  2 H2O
Dextrose
Fermentasi dengan Aspergillus  niger memberikan hasil yang cukup tinggi karena mikroba ini dapat memanfaatkan berbagai sumber C untuk memproduksi asam sitrat. Salah satu sumber C yang dapat dimanfaatkan sebagai substrat fermentasi asam sitrat adalah onggok hasil samping dari pembuatan tapioka. Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% dari bobot bahan bakunya dengan kadar air 20%. Limbah tersebut termasuk limbah organik yang masih banyak mengandung karbohidrat, protein dan gula. Selain itu juga masih banyak mengandung senyawa-senyawa gula seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, dekstran, galaktosa dan asam nitrat.
Tabel 1. Kandungan onggok singkong


Dengan adanya kandungan karbohidrat yang banyak menyebabkan onggok sangat baik digunakan untuk pembuatan asam sitrat. Aspergillus  niger memiliki kemampuan menghidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang kemudian dikonversi menjadi asam sitrat. 

Pada praktikum pembuatan asam sitrat dari onggok dengan Aspergillus  niger dilakukan dua perlakuan  yaitu dengan shaker dan tanpa shaker. Shaker ditujukan agar terjadinya perpindahan O2 secara merata sehingga sintesis asam sitrat lebih tinggi karena asam sitrat terbentuk karena adanya oksigen. Dari data pengamatan diperoleh bahwa terjadi fluktuasi jumlah asam sitrat yang dihasilkan seperti yang ditampilkan pada grafik dibawah ini:
Grafik 1. Total asam sitrat yang dihasilkan

Data yang sangat berfluktuatif ini menunjukan adanya kekeliruan dalam pengamatan atau pengambilan data. Seharusnya dengan bertambahnya hari, jumlah asam sitrat yang terbentuk semakin banyak. Dari grafik dapat dilihat nilai total asam dari inkubasi dengan shaker pada hari pertama  jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hari kedua dan ketiga kemudian naik kembali pada hari ke empat dan hari kelima turun kembali. Sedangkan untuk yang tanpa shaker nilai total asam hari pertama sangat tinggi kemudian turun pada hari kedua. Untuk ketiga dan keempat hampir sama yang kemudian pada hari kelima nilai total asamnya turun. Adanya fluktuasi ini tidak membentuk suatu kecendrungan pola data sehingga sangat sulit untuk mengetahui waktu optimum dari pembentukan asam sitrat.
Data yang tidak sesuai ini dapat dikarenakan oleh kesalahan dalam pengujian sampel. Jumlah sampel yang diuji berbeda-beda setiap kelompok. Jumlah yang terlalu sedikit membuat pengukuran menjadi tidak akurat. Nilai ml NaOH yang diperoleh juga sebagian besar hasil prakiraan karena sampel langsung berubah warna menjadi pink hanya dengan beberapa tetes NaOH, setiap tetes diperkirakan sebesar 0,1 ml padahal belum tentu nilai tersebut akurat. Dan kurangnya ketelitian dalam pembacaan buret dapat saja menyebabkan kesalahan nilai ml NaOH yang digunakan. Kesalahan-kesalahan tersebut menyebabkan data bersifat tidak akurat dan tidak teliti.
Perbedaan hasil antara perlakuan shaker dengan non shaker tidak tampak nyata karena substrat yang bersifat padat sehingga pengadukan tidak dapat terjadi. Pada beberapa hari pengamatan diperoleh bahwa nilai total asam non shaker lebih tinggi dibandingkan dengan yang dishaker. Ini menunjukan bahwa pengadukan dengan shaker tidak menambah efektifitas fermentasi pada substrat padat karena tidak memberikan efek yang signifikan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar