Minyak atsiri disebut
juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari
campuran at yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih berbeda-beda.
Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu
dan dalam hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap yang rendah
dimiliki oleh persenyawaan yang memiliki titik didih tinggi (Guenther, 2006).
Untuk memperoleh minyak atsiri dari suatu bahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya penyulingan, pengepresan, ekstraksi
pelarut mudayh menguap dan ekstraksi dengan lemak padat. Penyulingan dapat
didefinisikan sebagai pemisahan komponen suatu campuran dari dua jenis cairan
atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dan titik didih dari masing-masing
zat tersebut. Pada proses penyulingan minyak atsiri dikenal tiga metode
penyulingan yaitu penyulingan dengan air langsung, penyulingan air-uap dan
penyulingan uap langsung. Masing-masing metode penyulingan memiliki kelebihan
dan kekurangan.
Sebelum melakukan penyulingan, bahan
perlu perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan meliputi pengecilan ukuran,
pengeringan atau pelayuan dan fermentasi (pemeraman). Pengecilan ukuran
dilakukan dengan merajang bahan, perajangan ini dimaksudkan untuk memudahkan
penguapan minyak atsiri dan untuk mengurangi sifat kamba bahan olah. Pelayuan
atau pengeringan bahan dilakukan untuk menguapkan sebagian air sehingga
memudahkan proses penyulingan dan untuk menguraikan zat tidak berbau menjadi
berbau wangi. Sedangkan proses pemeraman dilakukan pada minyak-minyak tertentu
untuk memecahkan sel-sel minyak pada daun (Ketaren, 1985).
Penyulingan
dengan air dilakukan seperti proses perebusan, bahan yang akan disuling kontak
langsung dengan air. Ketika air mendidih dan menguap, air membawa serta uap
minyak atsiri yang ingin diperoleh. Uap tersebut kemudian dikondensasi dengan
alat kondensor, hasil kondensasi dipisahkan antara bagian minyak dengan air
dengan alat separator. Penyulingan dengan uap dan air dilakukan seperti metode
mengukus. Bahan diletakkan diatas saringan berlubang yang dibawahnya terdapat
air. Air dipanaskan yang kemudian uapnya kontak dengan bahan yang menyebabkan
minyak atsiri ikut menguap. Uap yang dihasilkan dikondensasi dan kemudian
dipisahkan antara minyak dengan air. Sedangkan penyulingan dengan uap langsung
menggunkan uap air jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfir. Uap jenuh
dihasilkan dari pemanasan air pada instalasi lain seperti pada boiler
(Geunther, 2006).
Selain
dengan penyulingan yang telah disebutkan diatas minyak atsiri juga dapat
diperoleh dengan proses pengepresan. Ekstraksi dengan cara pengepresan umumnya
dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari
tanaman termasuk famili citrus, karena minyak famili tersebut akan rusak jika
diekstraksi dengan penyulingan. Akibat tekanan pengepresan sel-sel yang
mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir ke permukaan bahan.
Beberapa jenis minyak yang dapat diekstraksi dengan cara pengepresan adalah
minyak almond, apricot, lemon, kulit jeruk, mandarin, grape fruit dan beberapa
jenis minyak lainnya (Ketaren, 1985).
Untuk
bahan-bahan minyak atsiri yang tidak tahan terhadap panas ataupun tekanan,
proses ekstraksi dilakukan dengan
ekstraksi pelarut mudah menguap atau dengan ekstraksi lemak padat. Ekstraksi
dengan pelarut mudah menguap menggunakan prinsip kelarutan senyawa-senyawa
minyak atsiri terhadap beberapa jenis pelarut. Terdapat beberapa jenis pelarut
yang dapat melarutkan minyak atsiri, sebagian besar pelarut tersebut bersifat
semi polar atao non polar. Sedangkan ekstraksi dengan lemak padat menggunakan
prinsip penyerapan senyawa minyak atsiri dengan lemak.
Prinsip
ekstraksi dengan pelarut mudah menguap adalah melarutkan minyak atsiri dalam
bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya
dilakukan dalam suatu wadah yang disebut ekstraktor. Bunga yang ingin diekstrak
dimasukkan kedalam ekstraktor dan kemudian pelarut menguap dimpankan ke dalam
ekstraktor. Pelarut yang biasa digunakan adalah petroleum ether, carbon tetra
clorida, chloroform dan pelarut lainnya yang bertitik didih rendah. Pelarut
organik akan berpenetrasi ke dalam jaringan bunga dan akan melarutkan minyak
serta bahan non volatil yang berupa resin, lilin dan pigmen. Hasil ekstraksi
merupakan campuran dari pelarut dan minyak atsiri yang disebut dengan concrete. Jika concrete dilarutkan dalam alkohol maka minyak atsiri akan larut
sempurna namun zat lilin akan terpisah. Jika dilihat dari minyak atsiri yang
dihasilkan ekstraksi dengan pelarut memberi minyak atsiri yang memiliki mutu
yang lebih baik dibandingkan dengan minyak atsiri hasil proses penyulingan
(Ketaren, 1985).
Pada
proses ekstraksi pelarut mudah menguap perlu diperhatikan beberapa tahapan.
Pemilihan jenis pelarut yang akan digunakan merupakan tahap awal dalam
ekstraksi ini. Karakteristik masing-masing pelarut berbeda-beda sehingga
zat-zat yang dilarutkan juga berbeda. Karakteristik yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan pelarut adalah harus dapat melarutkan zat wangi secara
sempurna, memiliki titik didih cukup rendah sehingga mudah diuapkan, pelarut
tidak larut air dan pelarut tidak boleh bereaksi dengan bahan. Beberapa jenis
pelarut yang dianggap baik untuk ekstraksi adalah petroleum ether dan benzena.
Penggunaan campuran berbagai pelarut dapat menghasilkan rendemen dan mutu
minyak yang cukup baik dibandingkan dengan pelarut murni. Hasil dari
ekstraksi berupa campuran minyak dengan
pelarut yang kemudian memasuki tahap pemekatan. Pemekatan dilakukan dengan menguapkan
pelarut sehingga yang tersisa hanya fraksi terlarutnya. Minyak atsiri yang
diperoleh dari hasil pemekatan kemudian dimurnikan untuk menghilangkan senyawa
lain seperti lilin, pigmen dan resin (Ketaren, 2011).
Ekstraksi
minyak padat biasanya digunakan untuk mengekstrak minyak atsiri dari bunga. Pada
umumnya bungan setelah dipetik akan tetap hidup secara fisiologis. Daun bunga
terus menjalankan proses hidup dan tetap memproduksi minyak atsiri dan minyak
yang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat. Kegiatan bunga
akan terhenti jika kontak dengan panas atau kontak dengan pelarut organik.
Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik,
maka selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar proses fisiologi
dalam bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengekstraksi minyak bunga yang menggunakan lemak hewani atau
nabati (Guenther, 2006).
Dalam
melakukan ekstraksi lemak padat dibutuhkan peralatan berupa pelat glas
berbentuk kotak (chassis) dengan ukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tebal 5
cm. Pelat gelas tersebut dipolesi dengan lemak dan bunga disebarkan dalam
ruangan di antara 2 susunan pelat gelas. Dengan cara ini minyak yang menguap
dari bunga akan diabsorb oleh lemak. Bunga yang telah diekstrak diganti dengan
bunga segar setelah 24-36 jam dan umumnya 0,5 kg lemak dapat menyerao minyak
atsiri dari bunga dengan berat 1,25 – 1,50 kg. Hasil ekstraksi berupa campuran
minyak atsiri dengan lemak yang disebut dengan pomade (Guenther, 2006).
Minyak
atsiri dalam pomade dapat diekstrak
dengan alkohol dalam suatu alat yang disebut batteuses. Campuran alkohol dengan pomade didinginkan di bawah suhu 0oC, sehingga bagian
lemak akan membeku sedangkan campuran larutan alkohol dengan minyak atsiri
tetap dalam keadaan cair. Lemak dapat dipisahkan dengan proses penyaringan. Campuran
antara minyak atsiri dengan alkohol disebut dengan extrait. Extrait merupakan
salah satu bahan dasar parfum yang bernilai tinggi, karena mengandung minyak
atsiri yang masih memiliki bau wangi alamiah (Ketaren, 1985).
Dalam
melakukan ekstraksi dengan lemak padat, jenis lemak yang digunakan perlu
diperhatikan. Syarat lemak yang dapat digunakan haruslah lemak yang tidak
berbau dan mempunyai konsistensi tertentu.
Lemak yang berbau dapat mencemari minyak yang dihasilkan. Bau lemak
dapat dihilangkan dengan proses deodorisasi. Sedangkan konsistensi lemak dapat
diatur dengan mencampur dua lemak yang titik cairnya berbeda. Campuran lemak
yang baik digunakan untuk ekstraksi adalah ¾ lemak babi dan ¼ lemak sapi. Selain
campuran lemak tersebut dapat pula digunakan lemak nabati berupa shortening
(Guenther, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar